Jumat, 07 Juli 2017

Intelektual Organik

Intelektual Organik 




Intelektual dalam arti luas yang secara praktis ekuivalen dengan “inteligensia” atau semua kelas terdidik. Dan pada umumnya setiap kelas utama memproduksi lapisan intelektualnya sendiri yang bertugas mempertahankan kontinuitas budaya kelas masyarakatnya dan menyatukan mereka berdasarkan solidaritas tertentu.

Intelektual organik bukan mereka yang memaksakan nilai – nilai idealitas dalam bentuk penindasan dan pemaksaan kata – kata. Intelektual organik adalah mereka yang mesti mampu memadukan nilai ideal yang ia yakini dengan nilai aktual dalam tatanan sosial kemasyarakatan

Intelektual organik adalah para intelektual yang tidak sekedar menjelaskan kehidupan sosial dari luar berdasarkan kaidah-kaidah saintifik, tapi juga memakai bahasa kebudayaan untuk mengekspresikan perasaan dan pengalaman real yang tidak bisa diekspresikan oleh masyarakat sendiri.




Kamis, 06 Juli 2017

Pemimpinmu Adalah Cerminan Kamu



PEMIMPINMU ADALAH CERMINAN KAMU






Dalam Islam jabatan dan kedudukan bukanlah semata-mata anugrah, tapi juga amanah, yang harus dipertanggung jawabkan, bukan hanya di hadapan rakyat, tapi terutama di hadapan mahkamah Allah Yang Maha Adil kelak. Jika seseorang mendapatkan jabatan dan kedudukan bukan dengan cara yang haq , tapi dengan cara-cara bathil, dengan menghalalkan segala cara, seperti politik uang dengan segala macam bentuknya, dengan menyebar fitnah, dengan menempuh cara-cara mistik dan syirik, dsb. Kemudian setelah ia menduduki jabatan dan kedudukan itu ia menipu, ingkar atas janji-janjinya, korup, dan zalim , maka jabatan dan kedudukan itu hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan di hari kiamat, dan ia akan diharamkan masuk surga. Rasulullah saw. bersabda : " Sesungguhnya jabatan itu adalah amanat, dan pada hari kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali mereka yang mendapatkan jabatan itu dengan cara yang haq ( atau ia orang yang paling berhak ) dan ia menunaikan tugas dan kewajiban yang ada pada jabatan itu ( termasuk memenuhi janji-janjinya ) " HR Muslim. Dalam hadits lain Beliau bersabda : " Seorang hamba yang oleh Allah dipercaya untuk memimpin sebuah bangsa, lantas ia mati, dan ketika memimpin ia menipu ( zalim ) terhadap rakyatnya, pasti Allah mengharamkan baginya masuk surga . " HR. Al-Bukhari dan Muslim. 


Hisyam bin Urwah meriwayatkan hadits Nabi saw yang menyatakan bahwa pemimpin itu ada yang baik, ( taqwa, jujur, adil , cerdas dan berakhlakul karimah ) dengan segala macam kebaikannya, dan ada pemimpin yang buruk, ( jahat, zalim, dan korup, ) dengan segala macam keburukannya. Pemimpin bertaqwa akan selalu menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan zalim. Pemimpin yang jujur akan menumbuhkan kepercayaan rakyat dan jauh dari tindak korupsi dan kolusi yang di negri ini sudah menjadi kejahatan luar biasa. Pemimpin yang adil akan melahirkan ketentraman bagi seluruh rakyat dan mendatangkan berkah dan rahmat Allah. Pemimpin yang cerdas dan visioner akan bisa membawa sebuah bangsa ke arah yang lebih baik dan maju. Pemimpin yang berakhlakul karimah akan menjadi panutan rakyatnya, dan akan mendahulukan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi dan kelompoknya. Bagaimana bisa seseorang bertindak jujur, jika ia lebih percaya kepada mistik dan takhayyul dari pada iman kepada Allah swt ? Bagaimana ia bisa berbuat adil, mampu menegakkan hukum, memberantas korupsi dan kolusi, dan munkarat lainnya, jika ia naik menjadi pemimpin dengan uang hasil korupsi atau dengan dukungan para koruptor, konglomerat hitam, atau Bandar togel ? atau ia mendapatkan jabatan dan kedudukan itu dengan cara-cara kotor dan machiavelis ? Bagaimana seorang pemimpin bisa membawa bangsanya menjadi bangsa yang mandiri, jika ia lebih berpihak kepada kepentingan dan hegemoni asing dari pada kepada rakyatnya sendiri ? dst. Pemimpin yang zalim, jahat dan korup hanya akan membawa sebuah bangsa kepada kehancuran dan laknat Allah. 


Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi, Rasulullah swa. Menyatakan bahwa kondisi pemimpinmu mencerminkan kondisi rakyat yang dipimpinnya. ( Kama Takunu Yuwalla 'alaikum ). Dalam kitab An-Nihayah hadits tersebut dijelaskan bahwa jika rakyat beriman, beramal sholeh, jujur, dan cerdas , maka yang akan tampil sebagai pemimpin mereka adalah orang yang punya karakteristik seperti itu. Tapi jika rakyatnya terdiri dari orang-orang yang jahat, senang maksiat, senang merusak, maka yang akan tampil sebagai pemimpin mereka juga manusia seperti itu. Bagi sekelompok santri tentu tidak akan memilih koruptor sebagai pemimpin mereka. Sebaliknya bagi segerombolan pencoleng tidak akan memilih ustadz sebagai pemimpin mereka, mereka pasti akan memilih " Super pencoleng " . Nabi saw. pernah mengingatkan pula bahwa barang siapa yang memilih seseorang sebagai pemimpin hanya atas dasar ta'ashub ( fanatisme buta ) tanpa menjadikan petunjuk Alah dan rasulNya sebagai barometer, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman ( HR. Muslim ).

Siapapun yang tampil memimpin bangsa ini ke depan, akan menjadi cerminan kondisi dan kwalitas ilmu dan iman mayoritas bangsa ini. Wallohu a'lam. 


Rabu, 05 Juli 2017

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

Puisi Kedua di hari Kamis

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

Oleh : Gus Mus




Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana

Kau ini bagaimana

Kau bilang aku merdeka

Tapi kau memilihkan untukku segalanya



Kau ini bagaimana

Kau suruh aku berfikir

Aku berfikir kau tuduh aku kafir



Aku harus bagaimana

Kau suruh aku bergerak

Aku bergerak kau waspadai



Kau bilang jangan banyak tingkah

Aku diam saja kau tuduh aku apatis



Kau ini bagaimana

Kau suruh aku memegang prinsip

Aku memegang prinsip

Kau tuduh aku kaku



Kau ini bagaimana

Kau suruh aku toleran

Aku toleran kau tuduh aku plin-plan


Aku harus bagaimana

Kau suruh aku bekerja

Aku bekerja kau ganggu aku


Kau ini bagaimana

Kau suruh aku taqwa

Tapi khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa



Kau suruh aku mengikutimu

Langkahmu tak jelas arahnya



Aku harus bagaimana

Aku kau suruh menghormati hukum

Kebijaksanaanmu menyepelekannya


Aku kau suruh berdisiplin

Kau mencontohkan yang lain


Kau bilang Tuhan sangat dekat

Kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara setiap saat


Kau bilang kau suka damai

Kau ajak aku setiap hari bertikai


Aku harus bagaimana

Aku kau suruh membangun

Aku membangun kau merusakkannya


Aku kau suruh menabung

Aku menabung kau menghabiskannya


Kau suruh aku menggarap sawah

Sawahku kau tanami rumah-rumah


Kau bilang aku harus punya rumah

Aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah


Aku harus bagaimana

Aku kau larang berjudi

permainan spekulasimu menjadi-jadi


Aku kau suruh bertanggungjawab

kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bis Showab


Kau ini bagaimana..

Aku kau suruh jujur

Aku jujur kau tipu aku


Kau suruh aku sabar

Aku sabar kau injak tengkukku


Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku

Sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu


Kau bilang kau selalu memikirkanku

Aku sapa saja kau merasa terganggu


Kau ini bagaimana

Kau bilang bicaralah

Aku bicara kau bilang aku ceriwis


Kau bilang kritiklah

Aku kritik kau marah


Kau bilang carikan alternatifnya

Aku kasih alternative kau bilang jangan mendikte saja


Kau ini bagaimana

Aku bilang terserah kau

Kau tak mau


Aku bilang terserah kita

Kau tak suka


Aku bilang terserah aku

Kau memakiku


Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana

Nyayian Manusia

Hari Kamis adalah hari yang puitis, di hari Kamis ini kami di temani secangkir teh manis bersama puisi - puisi yang mampu menggetarkan hati.


Nyayian Manusia 

Oleh :  Kahlil Gibran





Aku ada di sini sejak awal, 

Dan aku masih ada disini. 

Dan aku akan tetap disini sampai kiamat, karena 

Tak ada kata akhir bagi duka citaku yang getir. 



Aku berkelana ke angkasa raya yang tak terbatas, dan 

Membumbung tinggi dalam dunia khayal, 

Mengapung melewati cakrawala. Tapi 

Inilah aku, tawanan ukuran. 



Aku mendengar ajaran Confusius

Aku mendengarkan kebijaksanaan 

Aku duduk di samping Budha di bawah pohon pengetahuan 

Tapi aku masih disini bersama kekebalan dan kekafiran 



Aku menyaksiakan keajabiban Nazareth di Yordania 

Aku di Madinah ketika Muhammad Hijrah 

Dan aku masih disini, tawanan kebingungan. 


Aku juga menyaksikan kebesaran Babilonia

Aku mempelajari Kekayaan Mesir; 

Aku melihat perang besar Roma. 

Pelajaranku yang awal  dulu masih memperlihatkan 

Kelemahan dan prestasi yang memalukan. 



Aku berbincang dengan tukang – tukang sihir Ain Dour; 

Aku berdebat dengan pendeta – pendeta Assyria; 

Aku mendengar apa yang bisa di dengar. 

Tapi hatiku masih tuli dan buta. 



Aku menderita karena penguasa – penguasa lalim; 

Aku diperbudak oleh para penakluk; 

Aku menderita karena lapar tiran; 

Tapi aku masih punya kekuataan dalam jiwa 

Yang kuperjuangakan untuk menyambut hari – hariku. 


Pikiranku penuh, tapi hatiku kosong. 


*(Baca Kahlil Gibran Cinta Keindahan dan Kesunyian.hal 159. Cetakan Yayasan Bentang Budaya.2000)






Selasa, 04 Juli 2017

Cangkir Kopi Itu Indonesia

Cangkir Kopi Itu Indonesia 

Oleh : Yolandi Firdaus 




Satu aktivitas yang bisa mewakili satu dari sedikit banyak aktivis yaitu ngopi. Ngopi juga aktivitas yang tak peduli status sosial. Kelas atas, menengah dan bawah punya sesi & selera ngopinya masing – masing. Dari Starbuck sampai ke warung kopi kelas rakyat di sebelah pangkalan ojeg. Dari apatermen hingga samping rumah. Tidak ada diskriminasi dalam ngopi. Semua bisa menikmatinya. 

Kemampuan menikmati kopi adalah pengalaman. Banyak dari kita yang ketika kecil tidak suka kopi karena pahit. Tetapi perlahan – lahan kita belajar untuk menemukan kenikmatan dari kepahitan yang ada. Mulai mengira bahwa di cairan pekat yang pahit itu, ada kenikmatan tersembunyi. 

Begitupun kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia, kita kaya atau miskin, di kota atau di Desa bisa menghirup manis pahitnya kopi dari cangkir yang sama. Cangkir itu adalah Indonesia. Dan obrolan kita di kala ngopi pun banyak mencerminkan pandangan kita terhadap cangkir bangsa ini. Bagus atau jelek ? setengah penuh atau kosong ? bersih atau kotor ?. 

Sering kali kita mendapat lebih banyak pahit dari pada nikmatnya ketika ngopi. Lebih banyak ampas daripada kopinya. Macet ? Banjir ? Pendidikan Mahal ? BBM Mahal ? Listrik Mahal ?. Obrolan kita akhirnya menjadi hangat dengan keluhan, pandangan dan kritikan, ide – ide perbaikan dilontarkan pro dan kontra di perdebatkan. Tapi akhirnya waktu berlalu, kopi habis dan kita beranjak ke rutinitas sehari – hari. 

Apakah obrolan tadi akhinya hanya tinggal obrolan ? banyak bicara sedikit bekerja ? atau buah bukti bahwa kita berani mengkritik dan mengakui kekurangan kita sebagai sebuah bangsa ? langkah pertama dalam menyelesaikan masalah adalah mengakui bahwa masalah itu ada. Jadi bila kita mendiskusikan bahwa masalah tersebut ada, kita sudah menyusun langkah pertama dalam menyelesaikannya. 

Lalu bagaimana dengan langkah kedua, ketiga dan seterusnya ? akankah kita terus melangkah, maju terus pantang mundur atau kita hanya pandai berbicara ? hanya pandai berdiskusi ? dengan ribuan panel, seminar, lokakarya dan debat di televisi ?. 

Memang tidak masalah ngobrol sambil minum kopi karena akan semakin menambah akrabnya bahkan dengan perdebatan. Apa serunya sebuah obrolan kalau semua mengangguk setuju. Yang jelas, dari obrolan kita punya satu keyakinan, bahwa Indonesia masih punya harapan. Bahwa kita mau dan bisa maju. 

Senin, 03 Juli 2017

Agama & Negara


Agama & Negara
Oleh : Raguvenda Ilham





Pembahasan agama & negara, merupakan bahasan yang tidak habis - habis nya diperbincangkan. Dari mulai era pengikut filsafat sopia Plato, era soekarno, sampai masa sekarang. 

Bahasan agama & negara menjadi menarik, karena kerap kali agama & negara selalu berbenturan dan dibentuk - benturkan. 

Benturan agama & negara belakangan ini menjadi sebuah topik hangat di Indonesia, Negara demokrasi terbesar yang mengakui 5 agama sebagai agama resmi negaranya dengan agama Islam sebagai agama yang memiliki pengikut terbanyak. Pemimpin negara nampak terkadang berbenturan dengan pemimpin agama. Atau bahkan pemimpin agama satu berbenturan dengan pemimpin agama lain, yang tak sedikit menimbulkan konflik yang berujung pada kekerasan bahkan korban jiwa. 

mengapa hal yang demikian bisa terjadi ?, Apakah memang negara tidak cocok dicampuri oleh agama ? 

Samuel Huntington coba memberikan gambaran akan hal ini dengan teori gelombang demokrasi ketiganya, ia menyebutkan bahwa demokrasi hanya cocok diterapkan dinegara - negara Eropa & syarat suatu negara menjadi negara demokrasi adalah sekularisasi agama. Ini berarti Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar harus senantiasa melakukan proses sekularisasi agama. Agama tidak boleh mencampuri urusan negara. (Baca Jalan tengah Demokrasi karya Thohir Bawazir) 

Apa yang di sampaikan Huntington sejalan dengan seorang negawan Italia abad ke 15, Machiavelli. Ia menyebutkan kehancuran negara & politik berpulang pada intervensi agama dan etika terhadap negara, sehingga menurut Machiavelli negara mesti mengeluarkan etika & agama dari wilayah politik. Sejalan dengan dua tokoh sebelumnya, Thomas Hobbes mengatakan perlunya menjauhkan kekuasaan agama dari urusan - urusan politik. Bahkan, ia berpendapat bahwa agama harus tunduk pada kekuasaan negara. (Baca Filsafat politik antara barat & Islam karya Dr. ali abdul mut'i Muhammad). 

Benarkah demikian agama tidak boleh mencampuri urusan negara atau bahkan harus tunduk pada kekuasaan negara ? 

Herman Rausching salah seorang pendukung fanatik Nazi yang kemudian beralih haluan menjadi penolak paham nazi mengemukakan hal yang berbeda, ia menyebutkan Jerman pada masa nazi merupakan masa dimana buruknya mental polisi & hakim Jerman, sehingga banyak sekali terjadi pelanggaran kemanusiaa. Rausching menambahkan bahwa hal demikian bisa terjadi karena nazi dipengaruhi oleh nilai kebudayaan barat abad 19 yang tidak peduli & tidak menghormati adab serta mengesampingkan agama. 

Sejalan dengan Rausching salah seorang pakar ilmu kemasyarakatan perancis Elexisde Tocquille memberikan dukungan terhadap dasar keagamaan & menolak paham sekularisme sebagai dasar negara 

Dalam penelitiannya william james juga mengemukakan bahwa agama adalah fitrah manusia, karena agama memberikan perasaan tenaga batin seseorang untuk senantiasa melakukan pembelaan baik pembelaan terhadap agama atau bahkan terhadap negara. (Baca Islam sebagai dasar negara karya M.Natsir) 

Jadi negara harus senantisa menjadikan agama sebagai landasan ? 

Hakikatnya negara itu lembaga tertinggi yang diciptakan manusia disebuah wilayah yang didalamnya terdapat kumpulan orang - orang dengan tujuan yang sama. Maka dalam pelaksanaanya manusia mesti bukan hanya diatur oleh manusia tapi juga aturan dan nilai dari sang pencipta mampu menyempurnakan tata aturan dan nilai yang diciptakan manusia. 

Terakhir Ibnu taimiyyah senantiasa mengingatkan bahwa pembangunan politik dan kekuasaan negara harus senantiasa bersendikan agama (Baca As - Siyasah As - Syari'iyyah karangan Ibnu Taimiyyah)

Anak Desa


Anak Desa
Oleh Novi 





Kadang saya bingung, saat memisahkan skala antara desa dan kota. Adakah alat untuk membedakannya? Selain atmosphere, selain kehidupan sosial, selain toleransi, selain kepadatan penduduk,selain basa basi? 

Sebagai makhluk yang terlahir disebuah tempat bernama desa, saya merasa heran dengan pertanyaan yang terkesan melecehkan namun sesungguhnya menyenangkan bahkan mengenyangkan. Kamu anak desa? Dengan senang hati saya menjawab, Ya, saya anak desa? Kamu?

Dia tertawa dengan jawaban saya, seraya mengatakan, pantas!

Lhaa… situ yakin seratus persen orang kota?

Jika demikian, coba jelaskan pada saya perbedaan desa dan kota, paling tidak berikan saya satu kata yang mewakili keberadaan tempat yang kau anggap sebagai kota itu. Lhaa dia diam dan terpelongo.

Baiklah, kalu begitu saya akan menjelaskan apa yang kau sebut desa dan kenapa saya bangga terlahir sebagai anak desa.

Saya terlahir di desa, tidak…kampung! sebagai anak kampung yang bau lisung saya berasumsi bahwasanya kampung adalah tanah syurga yang dimaksud koesploes dalam lagunya. Tak yakin? Mari kita tengok catatan sejarah terlahirnya tokoh-tokoh besar di Indonesia, bahkan dunia adalah mereka yang terlahir di sebuah tempat bernama desa. Kau ragu? Mungkin di kepalamu terlintas pertanyaan, jika memang benar demikian, lantas kenapa kau pergi ke kota dan menjadi bagian dari masyarakat kota? Oke, biar saya jelaskan. 

Seorang ulama besar pernah berakata bahwa seorang yang beriman dan memiliki akal tidak akan berdiam diri di kampung halamannya. Dia akan berhijrah ke tempat lain, sebut saja kota menemukan banyak hal disana, kemudian kembali dan membangun kampung halaman dengan apa yang telah ia dapat di tempat tersebut. ya kurang lebih seperti itu, saya bukan orang yang pandai mengingat. Dan kau tahu, dari mana asal nasi yang kau makan, air yang kau minum, buah, sayur bahkan udara yang kau hirup setiap detik, kau fikir darimana? Saya yakin itu semua berasal dari tempat yang kau hinakan itu. Jika memang saya salah, mari buktikan. Berapa banyak pohon yang ada di tempat yang kau anggap kota itu? Berapa sawah yang ada di tempat yang kau anggap kota itu? Berapa kebun di tempat yang kau anggap kota itu? Saya kira masih bisa kau hitung dengan jari. Sementara di tempat yang kau anggap tidak lebih baik dari kotamu itu, segalanya melimpah ruah. Hanya saja paradigma mengukung mereka terjebak dalam satu ruang keterbatasan. Tak seperti kalian yang katanya tinggal di kota itu.

Berdasarkan mini riset yang pernah saya lakukan di kelas saya, delapan puluh persen teman seangkatan saya berasal dari desa. Dan kemampuan mereka beradaptasi dan menerima pelajaran bahkan diatas rata-rata, bahkan bisa melebihi mereka yang lahir dan tumbuh di kota. Selain itu, tidak kurang dari tujuh puluh persen dosen di jurusan saya, juga berasal dari desa. Ini membuktikan bahwasanya menjadi anak desa bukanlah sebuah, aib, kutukan, kamseupay atau apalah semacamnya. 

Ihwal kehidupan sosial, pergaulan, keterbukaan kemajuan, pembangunan, mungkin kota bisa setingkat lebih baik dari desa. Namun pada hal-hal lainnya, seperti tolong-menolong, gotong-royong, tenggang rasa, budaya, lingkungan, justru sebaliknya.

Jika memang jadi anak desa itu aib, maka aib terindah yang saya miliki adalah menjadi anak desa yang tak perlu ngemall, nyalon, hangout atau apalah yang kalian anggap gaya hidup kekinian itu. Jika menjadi anak desa sebuah kutukan, saya kira kutukan terindah dalam hidup saya adalah menjadi gadis desa yang gak pernah berkenalan dengan yang namanya blash on, eye shadow, eye liner atau apalah yang kau bilang alat perang wanita kekinian itu. Bukankah cantik itu luka? Dan sayangnya saya lebih memilih untuk tidak cantik. 

Sebagai terpelajar, patutlah kita bersikap adil sejak dalam fikiran, apalagi dalam perbuatan. Begitulah Pramoedya berujar dalam tertraloginya. Desa-kota, kota-desa? What wrong? Plus-minus tergantung kacamata apa yang kita gunakan.